, ,

Duka di Boven Digoel: Aksi Damai Berubah Ricuh Usai Protes Pembakaran Mahkota Cenderawasih

INFO Kumurkek- Sebuah aksi unjuk rasa yang awalnya berjalan damai berubah menjadi kericuhan di jantung Kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan,  Aksi protes yang menyuarakan kekecewaan atas kebijakan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua itu berakhir dengan insiden memilukan: tiga anggota polisi terluka dan empat orang warga diamankan sebagai terduga provokator.

Unjuk Rasa Di Boven Digoel Berakhir Ricuh, Tiga Polisi Terluka
Unjuk Rasa Di Boven Digoel Berakhir Ricuh, Tiga Polisi Terluka

Baca Juga : Titik Terang Di Pegunungan Bintang Tewasnya Panglima OPM Akhiri Lima Tahun Catatan Kelam

Akar Masalah: Video Pemusnahan yang Menyulut Emosi

Bibit-bibit protes ini mulai tumbuh setelah sebuah video viral di kalangan masyarakat. Video tersebut memperlihatkan petugas BBKSDA Provinsi Papua melakukan pemusnahan atau pembakaran sejumlah barang bukti penyitaan, yang didominasi oleh cenderamata berbentuk mahkota burung cenderawasih.

Bagi masyarakat Papua, burung cenderawasih bukan sekadar hewan. Ia adalah simbol budaya, martabat, dan spiritualitas yang sangat sakral. Mahkota yang terbuat dari bulunya sering digunakan dalam upacara adat penting. Oleh karena itu, tindakan membakar barang-barang yang dianggap sebagai representasi nilai-nilai luhur tersebut dirasakan sebagai bentuk penghinaan dan ketidakpedulian terhadap kearifan lokal.

“Insiden bermula dari unjuk rasa damai yang dilakukan masyarakat sebagai bentuk protes terhadap beredarnya video pemusnahan cenderamata berbentuk mahkota cenderawasih oleh pihak BBKSDA Provinsi Papua,” jelas Kabid Humas Polda Papua, Kombes Pol Cahyo Sukarnito, dalam keterangan persnya.

Aksi Damai yang Berubah Menjadi Bentrok

Menurut laporan, demonstrasi awalnya berlangsung tertib dan terkendali. Massa berkumpul untuk menyampaikan aspirasi mereka tanpa insiden. Namun, situasi berubah seratus delapan puluh derajat ketika terjadi kesalahpahaman yang tidak terduga di lokasi.

Ketegangan memuncak, dan suasana yang semula tenang berubah menjadi ricuh. Sebagian massa yang emosional mulai melancarkan serangan. Dalam upaya menenangkan massa dan mencegah situasi semakin memburuk, tiga anggota kepolisian yang bertugas menjadi korban.

“Mereka terkena anak panah dan senjata tajam saat berupaya menenangkan massa yang sudah mulai tidak terkendali,” tutur Cahyo. Ketiga anggota tersebut segera dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis.

Penanganan Pasca-Ricuh dan Pemeriksaan Provokator

Guna mengamankan situasi dan mencegah meluasnya kerusuhan, aparat kepolisian dari Polres Boven Digoel mengambil tindakan tegas. Sebanyak empat orang yang diduga kuat menjadi provokator dan memicu kericuhan telah diamankan.

“Keempat orang terduga provokator telah diamankan oleh Polres Boven Digoel untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut guna mengungkap motif dan keterlibatan mereka dalam insiden ini,” tegas Cahyo.

Pihak kepolisian kini tengah mendalami kasus ini dari dua sisi. Di satu sisi, mereka menyelidiki oknum-oknum yang didalangi kericuhan dan penyerangan terhadap aparat. Di sisi lain, mereka juga berusaha memahami akar permasalahan, yaitu kekecewaan mendalam masyarakat terhadap kebijakan BBKSDA.

Lebih Dari Sekedar Kericuhan: Sebuah Pelajaran Bersama

Insiden di Boven Digoel ini lebih dari sekadar statistik kerusuhan. Ia adalah cermin dari persilangan sensitif antara penegakan hukum konservasi dan penghormatan terhadap nilai-nilai budaya. Peristiwa ini menyisakan pertanyaan mendasar: bagaimana seharusnya kebijakan konservasi diterapkan tanpa melukai hati dan merendahkan warisan budaya yang telah hidup turun-temurun?

Kedepan, dibutuhkan pendekatan yang lebih komunikatif, edukatif, dan partisipatif dari semua pihak. Dialog yang melibatkan pemerintah daerah, tokoh adat, masyarakat, dan instansi seperti BBKSDA menjadi kunci untuk mencegah terulangnya duka seperti ini di tanah Papua.

Merespons Insiden, Tuntutan Masyarakat Menjadi Sorotan

Selanjutnya, komunitas adat dan tokoh pemuda setempat mulai menyuarakan tuntutan mereka secara lebih jelas. Mereka tidak hanya meminta pertanggungjawaban atas insiden pembakaran mahkota, tetapi juga mendesak adanya reformasi dalam kebijakan konservasi. Sebagai contoh, mereka mengusulkan agar barang bukti sitaan yang memiliki nilai budaya tinggi tidak dimusnahkan, melainkan diserahkan kepada museum atau lembaga adat untuk tujuan edukasi.

Di sisi lain, pihak BBKSDA Papua akhirnya memberikan klarifikasi resmi. Kepala BBKSDA Papua menjelaskan bahwa pemusnahan barang bukti tersebut merupakan prosedur standar untuk barang ilegal. Meski demikian, ia mengakui bahwa pihaknya mungkin kurang melakukan sosialisasi yang memadai. “Kami tentu saja menghormati nilai-nilai budaya. Oleh karena itu, ke depan, kami akan membuka ruang dialog dan mengevaluasi metode penanganan barang bukti yang bernilai budaya,” ujarnya.

Selain itu, kondisi ketiga polisi yang terluka semakin membaik

Tim medis melaporkan bahwa mereka telah menjalani operasi dan kini dalam masa pemulihan. Sementara itu, pemeriksaan terhadap keempat tersangka provokator masih berlangsung intensif. Penyidik tengah mengidentifikasi apakah ada unsur perencanaan di balik kericuhan tersebut atau murni aksi spontan akibat emosi massa.

Kemudian, untuk mencegah eskalasi lebih lanjut, Kapolda Papua memerintahkan jajarannya untuk meningkatkan pendekatan humanis. Misalnya, polisi mulai berkoordinasi dengan para tetua adat untuk menenangkan situasi dan membangun jalur komunikasi yang lebih baik dengan para pemuda. Hasilnya, suasana di Tanah Merah perlahan mulai mereda, meskipun nuansa duka dan kekecewaan masih terasa.

Kesimpulannya, insiden Boven Digoel ini memberikan pelajaran berharga bagi semua pemangku kepentingan. Pada akhirnya, membangun kepercayaan antara pemerintah dan masyarakat adat merupakan fondasi yang tidak boleh diabaikan. Dengan demikian, penyelesaian konflik yang berkelanjutan hanya dapat terwujud melalui rasa saling menghargai antara hukum nasional dan kearifan lokal.

Tidak Ada Postingan Lagi.

Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.