, ,

Tragedi di Entrop: Oknum TNI Tembak Warga Sampai Tewas dan Ujian Berat Integritas Institusi

INFO Kumurkek– Dinginnya malam di Entrop, Jayapura, pada Rabu (3/9/2025) dini hari, tidak semembeku yang dirasakan keluarga Luther Arnesius Ohoiwatin (LAO). Sekitar pukul 00.45 WIT, lorong-lorong sepi di kawasan Sagita itu bergema bukan oleh suara biasa, melainkan oleh letusan senjata api yang mengubah segalanya. Sebuah insiden penembakan yang melibatkan oknum prajurit TNI berinisial Pratu TB merenggut nyawa LAO, seorang warga sipil, dan memicu gelombang duka serta pertanyaan besar tentang hubungan antara aparat keamanan dan masyarakat.

Saat ini, Pratu TB telah ditahan dan menjalani proses hukum di Mapomdam XVII/Cenderawasih. Namun, di balik ringkasnya pernyataan resmi militer, tersimpan lapisan-lapisan kompleks yang menyentuh soal akuntabilitas, trauma kolektif, dan upaya mempertahankan kepercayaan publik di tanah Papua.

Kronologi Singkat dan Respons Cepat TNI

Berdasarkan pernyataan Kapendam XVII/Cenderawasih, Kolonel Inf Candra Kurniawan, insiden bermula dari sebuah “kesalahpahaman” antara Pratu TB, yang ternyata adalah personel dari kesatuan Pomdam XVII/Cenderawasih itu sendiri, dengan korban, LAO. Kesalahpahaman itu memanas hingga berujung pada tragedi yang tidak terelakkan: Pratu TB melepas tembakan.

LAO terkena peluru di bagian pinggang. Luka tembak di area vital itu menyebabkan dirinya kehilangan nyawa sebelum sempat mendapatkan pertolongan medis yang memadai. Nyawanya melayang di lorong dekat rumahnya sendiri.

Dinginnya Malam di Entrop Oknum TNI Tembak Warga Sampai Tewas
Dinginnya Malam di Entrop Oknum TNI Tembak Warga Sampai Tewas

Baca Juga: Wilayah Lindu Terbaru Ini Mengingatkan Potensi Seismik Aktif di Tanah Papua

Yang patut dicatat adalah respons cepat yang ditunjukkan oleh institusi TNI. Hanya dalam waktu kurang dari 24 jam, pada Kamis (4/9/2025), TNI melalui Kapendam sudah mengeluarkan pernyataan resmi yang transparan. Mereka secara terbuka mengakui bahwa pelakunya adalah oknum mereka sendiri, mengumumkan inisialnya, dan menyatakan bahwa yang bersangkutan “telah ditahan untuk diproses hukum.”

Tindakan ini tidak kecil. Penahanan di Mapomdam menunjukkan bahwa sang oknum tidak diberikan perlakukan khusus; ia ditempatkan di lembaga pemeliharaan order militer yang justru berada di bawah kesatuannya sendiri, menandakan proses hukum internal militer telah bergulir dengan cepat.

Mengulik Luka Lama: Konteks Papua dan Sensitivitas Konflik

Insiden ini, meskipun masih dalam tahap penyelidikan awal, tidak bisa dilepaskan dari konteks sosial-politik Papua yang sangat sensitif. Papua adalah wilayah di mana hubungan antara masyarakat dan aparat keamanan sering kali diwarnai oleh sejarah panjang dan kompleks, penuh dengan luka dan prasangka.

Setiap insiden kekerasan yang melibatkan aparat, terlebih yang berujung kematian warga sipil, berpotensi menjadi pemantik ketegangan baru. Ia dapat dengan mudah memperdahsyat jurang ketidakpercayaan dan memicu narasi-narasi yang mempersoalkan keberadaan dan metode aparat keamanan di tanah Papua.

Oleh karena itu, langkah tegas dan transparan dari Kodam XVII/Cenderawasih kali ini bisa dilihat sebagai upaya strategis untuk mencegah eskalasi. Dengan mengisolasi oknumnya dan menjanjikan proses hukum, TNI berusaha membedakan secara jelas antara tindakan kriminal individu dan kebijakan institusi. Pesannya jelas: “Kami tidak membela yang salah. Hukum berlaku untuk semua, termasuk kami.”

Pertanyaan yang Masih Menggantung: Apa Akar “Kesalahpahaman” Itu?

Kolonel Candra Kurniawan dengan hati-hati menyatakan bahwa penyebab detail dari kesalahpahaman tersebut “masih dalam proses penyidikan.” Ini adalah titik krusial yang akan menentukan arah kasus ini.

Publik tentu menanti jawaban atas sejumlah pertanyaan mendasar:

  • Apa pemicu perselisihan? Apakah dimulai dari hal sepele seperti lalu lintas, masalah pribadi, atau hal lain?

  • Dalam kapasitas apa Pratu TB bertindak? Apakah saat kejadian ia sedang dalam tugas atau berada di luar dinas (off duty)? Status ini sangat mempengaruhi kerangka hukum yang akan digunakan.

  • Apakah ada unsur provokasi atau ancaman dari korban? Meski tidak membenarkan penembakan, ini akan menjadi bagian dari pertimbangan hukum.

  • Bagaimana kondisi senjata yang digunakan? Apakah senjata tersebut adalah senjata dinas? Apakah prosedur penggunaan senjata telah dilanggar?

Proses penyidikan yang dilakukan oleh Polisi Militer (Pomdam) dan kemungkinan berkoordinasi dengan kepolisian sipil (Polda Papua) harus dapat menjawab semua ini secara objektif dan dapat dipertanggungjawabkan.

Jalan Panjang Akuntabilitas: Proses Hukum yang Dipertaruhkan

Penahanan Pratu TB hanyalah langkah pertama. Jalur hukum yang akan ditempuh adalah melalui peradilan militer. Pratu TB akan dijerat dengan pasal-pasal dalam Kitab Hukum Pidana Militer (KUHPM).

Pasal yang kemungkinan besar akan dikenakan adalah Pasal 359 KUHPM tentang kelalaian yang menyebabkan kematian orang lain, atau lebih berat lagi, Pasal 338 KUHPM yang menyangkut pembunuhan, jika unsur kesengajaan dapat dibuktikan. Hukuman untuk pasal-pasal ini bisa sangat berat, mulai dari penjara hingga pemecatan tidak hormat dari dinas militer.

Proses peradilan militer sering kali dipandang publik sebagai proses yang tertutup. Karena itu, transparansi dalam setiap perkembangan kasus ini adalah kunci untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Keluarga korban dan publik berhak mengetahui tahapan hukum yang berjalan.

Refleksi Akhir: Ujian Bagi Soliditas TNI dan Kepercayaan Masyarakat

Tragedi Entrop adalah sebuah tamparan keras, sekaligus ujian integritas bagi TNI, khususnya Kodam XVII/Cenderawasih. Di satu sisi, institusi ini harus menegakkan disiplin dan hukum internalnya tanpa kompromi. Di sisi lain, mereka harus menjaga kepercayaan (trust) yang telah susah payah dibangun dengan masyarakat Papua.

Tindakan cepat untuk menahan dan mengumumkan kasus ini adalah sinyal yang positif. Namun, langkah selanjutnya justru lebih penting: proses hukum yang adil, transparan, dan tanpa tebang pilih.

Kematian LAO adalah sebuah tragedi kemanusiaan yang meninggalkan duka mendalam bagi keluarganya. Ia juga menjadi pengingat pahit bahwa senjata yang diamanatkan untuk melindungi, jika disalahgunakan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, justru dapat melukai dan mematikan.

Masyarakat menunggu. Mereka menunggu keadilan untuk Luther Arnesius Ohoiwatin, dan mereka juga menunggu bukti bahwa institusi TNI konsisten dalam membersihkan barisannya dari oknum-oknum yang mencoreng nama baik dan sumpah prajurit. Hanya dengan begitu, luka-luka lama bisa perlahan sembuh dan perdamaian yang hakiki di tanah Papua dapat benar-benar diwujudkan.

, ,

Ketegangan di Jayapura: Massa Dua Calon Gubernur Geruduk Kantor KPU Papua – Cek Kondisi Terkini

INFO Kumurkek– Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua di kawasan Holtekamp, Kota Jayapura, menjadi pusat kerumunan massa pendukung dua pasangan calon gubernur Papua pada Selasa (19/8/2025). Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes menjelang rapat pleno penetapan hasil perolehan suara dari Kabupaten Biak Numfor, daerah terakhir yang belum menyelesaikan rekapitulasi suara dari total 8 kabupaten dan 1 kota di Papua.

Suasana tegang tercipta ketika massa dari kedua kubu bertemu di lokasi yang sama. Pendukung paslon nomor urut 1, Benhur Tomi Mano – Constant Karma (BTM-CK), bersikeras menuntut agar suara rakyat yang mereka klaim “dicuri” segera dikembalikan. Sementara itu, pendukung paslon nomor urut 2, Mathius Derek Fakhiri – Aryoko Rumaropen (Mari-Yo), mengimbau semua pihak untuk menahan diri dan menghindari provokasi.

Aksi Massa dan Tuntutan Pendukung BTM-CK

Massa pendukung BTM-CK tiba di Kantor KPU Papua dengan membawa spanduk berisi tuntutan, salah satunya bertuliskan:

“KPU Provinsi Papua segera mengambil alih persoalan yang belum terselesaikan di tingkat kota, kabupaten, dan distrik!”

Kantor KPU Papua Dikepung Massa, Pendukung Dua Paslon Berebut Klaim Kemenangan
Kantor KPU Papua Dikepung Massa, Pendukung Dua Paslon Berebut Klaim Kemenangan

Baca Juga: PT Pertamina Patra Niaga Targetkan 4 Lokasi Baru BBM Satu Harga di Papua-Maluku

“Segera kembalikan suara rakyat yang dicuri!”

Salah seorang orator dari kubu BTM-CK menyampaikan protes keras mereka:

“Kami minta agar suara yang telah diberikan masyarakat kepada BTM-CK dikembalikan. Jangan curangi suara rakyat!”

Mereka juga menuntut agar Ketua KPU Kabupaten Biak Numfor dicopot karena dianggap tidak netral dalam proses rekapitulasi suara. Klaim ketidakadilan dalam penghitungan suara di Biak Numfor menjadi pemicu utama aksi ini.

Respons Kubu Mari-Yo: Imbauan Menahan Diri

Di sisi lain, pendukung pasangan Mathius Derek Fakhiri – Aryoko Rumaropen (Mari-Yo) tampak lebih kalem namun tetap waspada. Mereka meminta agar orasi dari pendukung BTM-CK tidak memancing konflik.

“Orasi pendukung 01 harus diatur dengan bijak, agar tidak menimbulkan kegaduhan dan merusak stabilitas keamanan,” ujar salah satu perwakilan pendukung Mari-Yo.

Mereka menekankan pentingnya menunggu proses hukum dan menghindari tindakan anarkis yang dapat memperkeruh situasi.

Pengamanan Ketat Aparat Keamanan

Menyikapi aksi ini, aparat keamanan telah mengamankan lokasi Kantor KPU Papua untuk mencegah eskalasi konflik. Personel kepolisian dan TNI terlihat berjaga-jaga di sekitar lokasi guna memastikan situasi tetap kondusif.

Hingga berita ini diturunkan, massa dari kedua kubu masih bertahan di depan Kantor KPU Papua. Rapat pleno KPU untuk menetapkan hasil rekapitulasi suara dari Kabupaten Biak Numfor diperkirakan akan berlangsung malam ini.

Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?

Ketegangan politik di Papua menjelang penetapan hasil Pilkada Gubernur ini menjadi ujian bagi demokrasi dan stabilitas keamanan di wilayah tersebut. Beberapa skenario yang mungkin terjadi:

  1. KPU Segera Menetapkan Hasil Rekapitulasi
    Jika KPU dapat menyelesaikan proses rekapitulasi dengan transparan, diharapkan ketegangan dapat mereda.

  2. Protes Berlanjut Jika Ada Klaim Kecurangan
    Jika salah satu pihak merasa tidak puas, aksi protes bisa berlanjut hingga ke jalur hukum melalui Mahkamah Konstitusi (MK).

  3. Intervensi Pemerintah Pusat
    Dalam situasi kritis, pemerintah pusat mungkin perlu turun tangan untuk mencegah konflik horizontal.

Tidak Ada Postingan Lagi.

Tidak ada lagi halaman untuk dimuat.